Hari ini aku melihat ayahku bertambah tua dari hari-hari
biasanya. Bertahun-tahun hidup dengannya sebenarnya tak kulihat perbedaan yang
begitu mencolok. Atau memang mungkin aku yang tak pernah perhatian kepada
ayahku.
Ayah, satu kata penuh makna sarat cerita. Aku begitu mirip
dengan ayahku. Wataknya, keras kepalanya, fisiknya dan segudang kesamaan lain. Tapi
justru karena itulah aku dan dia tidak bisa duduk berdua untuk bertukar cerita
dibumbui tawa atau bermanja-manja layaknya anak gadis dan ayah pada umumnya. Kala
aku masih sekolah dasar, ketika tahu ayahku pulang aku akan masuk ke kamar. Karena
kalau ayahku sampai tahu aku sedang nonton TV aku pasti dimarahi. Lalu apa
kenangan manis yang kupunya dari ayahku? Selembar foto tua saat aku dipangku
olehnya di depan air mancur lapangan Puputan. Dalam foto itu ayahku lebih kurus
dari saat ini. Tapi raut wajahnya tak pernah berubah ia masih saja tetap
terlihat sangar, tak ada senyum di wajahnya, hanya segaris kumis tipis yang
justru membuatnya terlihat galak.
Aku takut pada ayahku. Ia selalu menghardikku dan
mengata-ngatai aku kalau aku berbuat salah seolah-olah aku ini tukang
bawahannya. Ia jarang tersenyum padaku, ia tak pernah peduli pada nilai
rapotku, bahkan ketika nilai rapotku bagus ia tampak tak peduli. bertanya
bagaimana pelajaran di sekolahku saja jarang sekali. Bahkan ketika aku
mengikuti lomba atau memenangkan perlombaan ia tak memujiku atau terlihat
senang. Ia terlalu datar. Ketika aku lulus UN dan diterima di sekolah favorit
ia juga terlihat biasa saja. Ia tak pernah mau tahu kapan ulang tahunku, saat
ulang tahunku yang kelima dirayakan pun ia tak datang.
Lalu, apakah aku benci pada ayahku?
Pertanyaan bodoh!
Ia adalah cinta pertamaku..
Jadi bagaimana aku tidak mencintainya jika ia adalah
satu-satunya laki-laki yang dengan sabar menggendongku jalan-jalan keluar
setiap jam 2 pagi.
Jadi bagaimana aku tidak mencintainya jika ia adalah
satu-satunya laki-laki yang mau mencari sandalku yang hilang saat tengah malam
di kala hujan.
Jadi bagaimana aku tidak mencintainya jika hanya ia yang
sanggup bersepeda puluhan kilometer tiap harinya demi mencari uang agar aku
bisa makan dan sekolah.
Hanya ia yang mau berkeliling kota denpasar dengan bersepeda
untuk mencari buku pelajaran yang diwajibkan di sekolahku.
Ia laki-laki pertama yang membelikanku donat setiap paginya.
Dan ia pula laki-laki pertama yang memberikanku seekor
kelinci berwarna putih.
Ia yang memberiku mobil-mobilan, layangan, robot-robotan dan
mainan anak laki-laki lainnya.
Ia laki-laki pertama yang memberiku buku cerita dan
membawakanku istana dongeng.
Tapi sayangnya aku tak pernah bisa mengungkapkan cintaku
padanya.
Seperti juga ia yang tak pernah katakan cinta padaku.
Tapi tanpa perlu dikata aku tahu ia sangat cinta padaku..
Satu-satunya anak gadis yang ia miliki..
Kini aku berharap bahwa Allah akan memanjangkan umurnya.
Agar ia bisa melihatku bahagia bersama laki-laki lain.
Agar jagoan kecilku nanti bisa merasakan digendong oleh
cinta pertamaku.
Laki-laki terhebat dalam kehidupanku.
Siapa lagi jika bukan ayahku..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar