Kemarin aku melihat sebuah video tentang seorang ateis yang
bertanya kepada Ustadz Zakir Naik. Pemuda itu mahasiswa kedokteran dan terlahir
sebagai seorang muslim tapi kemudian ia memilih menjadi ateis. Ia menjadi ateis
karena di tempatnya berkuliah ia diajarkan bahwa teori evolusi itu benar adanya
dan ia pun mempercayainya. Karena kepercayaannya pada teori evolusi itu
kemudian berbenturan dengan ajaran Islam akhirnya ia memilih menjadi ateis.
Aku terharu saat mendengar ceritanya mengapa ia sampai
menjadi ateis. Aku terharu karena ada sedikit kesamaan antara aku dan dirinya. Hanya
saja alur ceritanya sedikit berbeda. Saat pemuda itu menuturkan kisah hidupnya
aku teringat bagaimana dengan hidupku yang terlahir di keluarga muslim tapi
lingkunganku sendiri jauh dari aktivitas seorang muslim. Aku dikelilingi
teman-teman dari berbagai agama terutama Hindhu. Sahabat dekatku adalah seorang
Nasrani. Dan ketika aku masuk kuliah aku masuk ke kampus dimana sedikit sekali
mahasiswa muslim. Bahkan wanita yang memakai kerudung tidak sampai 5 orang. Aku
bisa saja jadi seorang pluralis, ateis atau murtad.
Tapi, siapa yang Allah beri petunjuk maka tidak seorang pun
akan bisa menyesatkan. Dan siapa yang Allah sesatkan tidak ada seorang pun yang
bisa memberinya petunjuk. Seperti kuceritakan dalam novelku, 50 ribu tahun
sebelum aku diciptakan Allah telah menuliskan takdir untukku. Dan Dia
mentakdirkan aku bertemu dengan Pak Dika. Dan hingga detik ini aku masih saja
terharu bila mengingat bagaimana aku bisa dipertemukan dengan beliau. Masih teringat
jelas di kepalaku bagaimana beliau berkata bahwa petunjuk Allah bisa datang
dari orang-orang terdekat. Seandainya Allah tidak mempertemukan aku dengannya
bagaimana hidupku sekarang aku tak bisa bayangkan.
Maka nikmat Tuhanmu manakah yang dapat kamu dustakan
wahai manusia dan jin?
Itu adalah salah satu ayat yang hampir semua umat muslim
ingat. Ketika kita berbicara nikmat kita selalu bicara akan rejeki, umur, anak,
harta dan karir. Tapi sebenarnya nikmat terbesar bagi umat manusia adalah ISLAM
dan IMAN. Tanpanya segala nikmat berupa rejeki, umur, anak, tahta dan kuasa
akan menjadi percuma. Begitupun yang kurasakan. Segala yang kumiliki menjadi
tidak berarti kala dibandingkan dengan nikmat Islam yang kuterima. Bagaimana Islam
mengangkatku dari lubang kehinaan dan kenistaan. Bagaimana karenanya aku bisa
menemukan apa arti bahagia dan arti sebenarnya mengapa aku harus hidup di
dunia. Dan karena Allah ﷻ aku bisa menggapai apa yang
selama ini aku cita-citakan.
Kini saat
aku bercermin dan melihat diriku aku selalu seperti melihat seseorang yang
berbeda. Aku telah menjadi seseorang yang
bahkan tidak pernah diriku bayangkan di masa lalu. Kini aku bahkan tak
menyangka bahwa aku bisa seperti ini. Tapi aku sendiri tak pernah bisa tahu
sampai kapan aku bisa terus seperti ini. Karena akhir hidup manusia hanya Allah
ﷻ yang mengetahuinya. Dan aku berdoa semoga sebaik-baik umurku
ada pada akhirnya dan sebaik-baik amalku ada pada penutupnya. Semoga Allah ﷻ mewafatkan aku dalam keadaan terbaikku, di jalan sunnah dalam
keadaan sebagai seorang muslim dan husnul khotimah. Aamiin ya Rob..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar