Pages

Untuk Troya dan Noura : Menginjak Anak Tangga Pertama (1)




Sudah lama sekali rasanya aku tidak menulis. Mungkin kalian berdua bertanya mengapa? Karena begitu banyak hal yang terjadi padaku selama ini. Aku tidak tahu bahwa Allah sudah mengatur semuanya untukku. Bahkan mengatur pikiran, hatiku dan orang-orang yang kukenal saat ini. Sepertinya kami digiring dalam sebuah keadaan bernama takdir dan jodoh yang begitu misteri. Bahkan terkadang aku pun tak percaya pada apa yang kulalui saat ini.

Jadi harus kalian ketahui bahwa sebelumnya aku sudah berkerja di salah satu perusahaan kontraktor sipil. Aku bekerja disana karena kakek kalian mengenal salah satu petinggi perusahaan tersebut dan ia memintaku untuk bekerja di perusahaannya. Jujur, sebenarnya aku tidak ingin bekerja disana. Bahkan sehari sebelum aku memulai pekerjaanku, aku menangis karena aku sungguh tidak menyukai pekerjaan baruku. Tapi aku tak dapat menolaknya karena kakek kalian sepertinya begitu berharap aku bisa segera bekerja. Yah, harus kalian ketahui bahwa orang tua akan begitu bahagia jika mengetahui anaknya sudah bekerja. Hanya dengan melihat anaknya mendapat pekerjaan saja orang tua begitu sumringah karena mereka merasa akhirnya anak mereka mampu mengerjakan sesuatu.

Oke kembali ke cerita awal, jadi karena ada perasaan tidak enak kepada kakekmu dan temannya, mau tak mau akhirnya aku bekerja disana. Tapi tentu saja hatiku tidak dapat dibohongi, aku yang seorang mahasiswa interior tentu menginginkan keadaan yang “lebih”. Aku tidak sabaran menjalani profesi sebagai seorang desainer. Aku tidak tahan dengan situasi dimana aku tidak bisa mengaplikasikan semua yang aku tahu dan aku pelajari. Aku tahu aku bisa, aku tahu aku mampu lebih dari keadaanku sekarang.

Selama 4 bulan aku bekerja disana sambil terus berharap bahwa aku bisa pergi dari kantor itu secepatnya. Sebenarnya keadaan disana tidaklah seburuk itu. Orang-orang disana begitu baik dan mau mengajari aku. Aku tidak harus kepanasan karena tugasku hanyalah melakukan pekerjaan rutinitas administrasi biasa. Tapi pikiranku selalu membayangkan aku berada di luar pada sebuah proyek interior dimana aku sedang mengukur ruangan dan terkena debu serta mencium bau cat yang menusuk hidung. Karena bagiku, aku lebih suka bekerja di luar kantor meskipun aku harus berpanas-panasan, berkeringat bahkan terkena debu sekalipun, daripada aku harus duduk diam di kantor dan mengerjakan pekerjaan rutinitas. Aku benci rutinitas. Aku mau lebih, aku mau belajar lebih banyak dan aku mau jadi seorang desainer interior.

Selama 4 bulan aku menjalani pekerjaan yang melelahkan. Tidak secara fisik namun secara batiniah harus aku akui aku tersiksa. Aku tahu itu bukan tempatku yang seharusnya, aku tahu aku pantas dapat yang lebih baik. Sampai pada satu titik aku sempat bertengkar dengan bosku. Aku tidak bisa menahan emosi dan aku meluapkan kemarahanku padanya. Kalian bisa berpikir aku gila. Dia seorang bos dan aku hanya seorang karyawan biasa. Tapi itulah aku, aku tidak bisa membiarkan ada orang lain yang menimpakan kesalahan padaku yang bukan menjadi tanggung jawabku. Saat itu aku marah, sedih, kecewa dan benar-benar muak dengan seluruh keadaan yang ada. Sehingga aku mencoba mencari pekerjaan lain dengan mengajukan lamaran kerja ke beberapa studio desain interior.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar