"Woman
is the home and the home is the basis of
society."
***
Namanya Mala, usianya baru menginjak angka 27. Dan
seperti wanita lain seusianya ia telah memiliki seorang suami dan seorang putri
yang baru berusia satu tahun. Suami Mala yang bekerja sebagai karyawan di salah
satu bank swasta sebenarnya cukup mampu memenuhi segala kebutuhan rumah tangga
mereka meskipun tidak terlalu mewah. Tapi seperti juga wanita lain pada
umumnya, Mala tak ingin hanya tinggal diam di rumah dan mengurus anak. Ada
kebutuhan-kebutuhan lain yang tak bisa ia dapatkan hanya dengan menjadi seorang
ibu rumah tangga. Mala juga ingin menghasilkan sesuatu, entah dalam bentuk uang
atau yang lainnya. Karena ia juga ingin diakui lebih dari sekedar seorang
wanita yang mengurus suaminya dan anaknya.
Kisah Mala adalah sebagian dari potret wanita masa
kini yang kebanyakan tetap ingin melanjutkan karirnya setelah menikah. Tak
hanya demi mengejar tambahan uang tapi juga kepuasan dan pengakuan terhadap diri
pribadi. Seorang ibu rumah tangga yang tetap mampu menjaga karirnya terasa
lebih ‘keren’ dibanding hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Dengan bisa
menghasilkan uang untuk keluarga, jelas posisi seorang wanita di dalam sebuah
keluarga terasa lebih kuat. Tak perlu merengek-rengek pada suami untuk membeli
kebutuhan make-up dan lain-lain. Seorang wanita mandiri yang berwawasan luas
dan tetap mengurus keluarga adalah citra yang kini dikejar oleh banyak wanita.
Apalagi bila wanita tesebut berpendidikan tinggi, haram baginya hanya tinggal diam di rumah mengurus
keluarga. Harus ada pembuktian ke banyak orang bahwa dirinya juga berharga. Dan
bekerja adalah salah satunya. Sedangkan uang menjadi standar penilaiannya.
Semakin banyak uang yang mampu ia hasilkan maka semakin hebatlah ia. Setidaknya
begitu pemikirannya.
Wanita zaman modern tak hanya dituntut untuk selalu
tampil menawan tapi juga cerdas dalam menyikapi keadaan. Bukan zamannya lagi
wanita hanya tahu soal masak, berdandan dan melahirkan. Lebih daripada itu
mereka dituntut untuk punya wawasan luas tentang perkembangan zaman. Dan salah
satu jalan untuk mewujudkannya adalah melalui pendidikan. Sudah bukan zamannya lagi
wanita dibatasi untuk soal karir dan pendidikan. Kini wanita bisa dengan
bebasnya memilih profesi yang diinginkan. Karenanya tak jarang kita melihat
sebuah keluarga dimana wanita bahkan memiliki penghasilan yang lebih tinggi
dibandingkan suami, bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Seolah dengan
memiliki penghasilan yang lebih tinggi mereka mentasbihkan kedudukan mereka
yang sama kuat bahkan mungkin lebih tinggi dibandingkan dengan suaminya.
Kondisi ini yang sebenarnya ditakutkan akan terjadi.
Keadaan diperparah dengan tuntutan hidup yang makin
tinggi. Wanita kini juga diharapkan bisa membantu suami dalam hal keuangan.
Bahkan kini standar untuk memilih istri tak hanya harus cantik dan
berkepribadian tapi juga memiliki pekerjaan. Dan untuk memiliki pekerjaan jelas
wanita harus pintar. Jadi bila ada yang bertanya; untuk apa anda sekolah
tinggi-tinggi bila toh ujung-ujungnya kembali ke dapur? Jelas wanita kini punya
alasannya. Alasannya pun tak jauh-jauh dari soal agar memiliki pekerjaan dan
penghasilan. Seolah-olah wanita masa kini tak hanya pencetak anak tapi juga
pencetak uang bagi keluarga. Orientasi pendidikan yang dijalani seolah-olah
semata hanya karena uang. Gara-gara mengejar karir keluarga jadi dinomor
duakan.
Wanita berpendidikan sudah makin banyak. Tapi coba
hitung berapa banyak pula wanita bekerja yang bahkan tak sempat menemani
anaknya belajar? Bahkan untuk mengajari anaknya menulis dan membaca saja harus
pergi ke tempat les atau memanggil guru. Sebuah ironi masa kini di mana banyak
ibu-ibu yang berpendidikan tapi tak bisa bisa memberikan anaknya pendidikan.
Ibu dalam Islam adalah madrasah pertama kali bagi seorang anak. Dari didikan
seorang ibu karakter anak dibentuk dan dilahirkan. Tapi coba lihat sekarang,
banyak anak yang lebih dekat dengan pembantu atau baby sitternya. Padahal
pembantu atau baby sitternya hanya lulusan SD atau SMP. Sedangkan kita
sebagai sarjana, tak bisa memberi manfaat apa-apa kepada sang anak selain
berupa materi. Ironi sekali anak seorang sarjana malah diasuh dan dididik oleh
seorang yang berpendidikan rendah. Seolah tugas seorang ibu berhenti hanya sampai
melahirkan. Seolah seorang ibu harus pintar hanya agar bisa mencari uang demi memenuhi
kebutuhan.
Wanita adalah salah satu elemen pembentuk
peradaban. Seorang wanita yang berkepribadian baik akan menghasilkan generasi
yang baik pula. Wanita adalah tokoh di balik layar munculnya tokoh-tokoh besar.
Tak akan ada tokoh besar Imam Syafi’i bila tak ada sosok ibunya yang sangat
memperjuangkan pendidikan anaknya. Bahkan sampai harus mengurung Imam Syafi’i
agar sang anak bisa menghafal Al-Quran sedini mungkin. Seorang ibu yang baik
bukan hanya fokus mengurusi kebutuhan anak secara materi tapi juga mampu
memberikan teladan dan arahan yang baik bagi kehidupan anaknya kelak. Karena
anak tak hanya dibentuk berdasarkan materi semata tapi juga kasih sayang dan
bimbingan seorang ibu. Jadi bila kini anda seorang wanita yang tengah duduk di
bangku sekolah ataupun kuliah ditanya untuk apa anda belajar, anda sudah punya
jawaban yang paling tepat; “Supaya saya bisa memberi pendidikan yang baik untuk
anak saya. Supaya saya bisa mendidik anak saya menjadi lebih pintar. Dan bila
anak saya pintar, saya berharap itu bukan karena orang lain tapi karena saya,
ibunya yang melahirkannya.”
NUMPANG INFO :
BalasHapusBISNIS ONLINE YANG AKAN MERUBAH HIDUP ANDA MENJADI LEBIH BAIK. BUKTIKAN Pernahkah Anda ikut bisnis online, tapi hasilnya nggak seberapa?. Yang kaya hanya admin pemilik web. Anda hanya mendapatkan mimpi yang tak khan pernah terwujud. Berbagai cara promosi Anda lakukan, malah uang Anda yang habis untuk biaya iklan. Atau Anda pengen dapat uang dengan mudah?Segera Gabung Kalo Ingin Sukses Mulai Hari Ini juga buka & klik disini aja kawan