Pages

Dan Ketika Agama Mulai Dipertanyakan




Jujur saya sebenarnya paling malas membahas mengenai masalah agama. Karena bagi saya masalah agama merupakan masalah yang sangat sensitif dibicarakan. Bahkan dengan orang seagama saja bisa menimbulkan perpecahan apa lagi membahasnya bersama dengan orang yang berbeda agama? Ibarat berjalan di atas lapisan es tipis, hanya ada 2 pilihan menghancurkan es tersebut dan tenggelam ke dasar yang sangat dingin atau selamat dengan meninggalkan retakan disana – sini. Namun dengan adanya peristiwa yang akhir – akhir ini begitu memprihatinkan dan banyak membuat orang – orang kembali mengaitkannya dengan agama maka mau tak mau saya hendak berbagi pemikiran saya mengenai hal ini.

Pernah mendengar sebuah kisah tentang kakak beradik yang mendapat wasiat dari ayahnya ketika meninggal? Kalau belum mari kita simak cerita ini terlebih dahulu, baca dan pahami baik – baik. Alkisah, pada suatu hari ada seorang ayah yang seddang sekarat menunggu ajal. Sebelum ia meninggal ia memanggil kedua anak lelakinya dan memberikan pesan : “Anakku ada beberapa pesan yang hendak ayah sampaikan sebelum ayah wafat. Pahami dan lakukan pesan ayah agar kalian kelak menjadi orang yang sukses. Setiap hari makanlah 200 mata ikan dan jangan terkena panas matahari saat berjualan, hanya ini pesan ayah niscaya kalian akan mendapat manfaat jika melaksanakan pesan ayah ini.” Akhirnya setelah menyampaikan pesannya si ayah pun meninggal dunia.

Setahun setelah si ayah meninggal sang ibu pergi menjenguk kedua anaknya. Sang ibu pergi menjenguk si kakak terlebih dahulu, si ibu sangat terkejut melihat keadaan anaknya yang begitu miskin. Saat ditanya mengapa hal itu bisa terjadi si kakak menjawab “Aku sudah melakukan pesan ayah. Setiap hari aku makan 100 ikan yang ukurannya besar sehingga total aku memakan 200 mata ikan tiap harinya. Dan saat berjualan pun aku selalu memakai kereta kuda yang terbaik untuk melindungiku dari panas matahari. Namun ibu lihat sendiri keadaanku sungguh buruk saat ini”. Sang ibu tidak bisa berkata apa – apa dan pergi menemui si adik. Bertambah keterkejutan sang ibu melihat keadaan si adik yang jauh berbeda dengan si kakak. Sang adik hidup dengan pebuh kemakmuran. Saat ditanya mengapa hidupnya jauh berbeda dengan sang kakak si adik menjawab “Aku pun telah melakukan apa yang ayah perintahkan. Tiap hari aku hanya memakan 100 ikan teri sehingga aku memakan 200 mata ikan tiap harinya. Dan aku selalu pergi untuk berjualan sebelum matahari terbit dan pulang setelah matahari terbenam sehingga aku tidak terkena panas matahari.”

Perhatikanlah 2 orang tadi mendapatkan pesan yang sama dan dari orang yang sama pula bahkan di waktu yang bersamaan. Namun kedua orang tadi menafsirkannya dengan cara yang berbeda dan hasilnya pun sangat berlainan satu sama lain. Hal ini yang harus kita perhatikan bersama. Saya sangat gerah melihat perbuatan orang – orang mengenai kejadian teror yang dilakukan sejumlah pihak yang mengatas namakan agama. Dan lebih gerah lagi melihat orang – orang mulai ikut – ikutan membicaran hal ini dan juga menuding agama si pelaku sebagai biang keladinya. Dan akhirnya mulai menyebut agama si pelaku sebagai agama teroris. Dan yang semakin membuat gusar adalah sebagian lagi mulai mempertanyakan fungsi dari agama dan meragukan apakah agama dapat dijadikan kembali landasan hidup bagi orang – orang jika yang dihadirkan oleh agama hanya aksi teror seperti ini saja. Saya yakin tidak ada satu agama pun di dunia ini yang mengajarkan melakukan kekerasan untuk berbagai alasan. Bahkan jika sekelompok orang – orang ini yang melakukan aksi terorisme mengatas namakan agama untuk melancarkan aksinya saya rasa kurang tepat jika orang – orang menuduh agama si pelaku sebagai agama teroris. Tidak ada agama yang mengajarkan terorisme sehingga tidak ada agama teroris, yang ada hanyalah teroris agama.

Seperti cerita di atas tadi bahwa sebuah pesan yang sama dapat ditafsirkan menjadi 2 hal yang berbeda. Hal ini pula yang terjadi pada masyarakat kita. Sudah jelas tertulis di kitab – kitab suci bahwa merupakan hal yang buruk jika kita menebar teror dan melukai orang – orang yang tidak bersalah. Namun, hal ini dapat saja diasumsikan secara berbeda oleh sebagian orang yang justru mereka anggap pesan ini merupakan pesan yang menghalalkan mereka untuk melakukan aksinya. Hal ini bisa saja terjadi kan? Apa lagi seperti kita ketahui bahwa kelompok orang – orang tersebut biasanya dipengaruhi oleh orang – orang tertentu yang lebih dulu otaknya “telah mengalami kerusakan hebat dalam memahami informasi”. Orang – orang inilah yang pada merecoki pikiran orang – orang untuk berbuat aksi teror. Mungkin sebagian ada yang bertanya mengapa mereka mau percaya begitu saja? Jawabannya sungguh sederhana. Seperti kata pepatah “Bahkan kebohongan pun akhirnya dapat diterima sebagai suatu fakta jika dikatakan terus menerus”. Hal inilah yang dilakukan para guru teroris.

Tiap hari mereka meracuni pikiran – pikiran orang – orang yang memang sudah lemah imannya,tidak bahagia dan hanya punya satu harapan bahwa agama dapat membebaskan mereka dari ketidakbahagiaan itu. Namun sungguh malang jalan yang mereka tempuh sungguh salah. Mereka tiap harinya harus mendengarkan omongan – omongan penuh fitnah dan kebohongan dari guru – guru mereka yang justru menjerumuskan mereka ke lubang kenistaan. Karena tiap hari hidup mereka terus dicecoki oleh omongan sang guru akhirnya lambat laun mereka pun mulai mempercayai omongan sang guru dan mereka pun mau untuk dijadikan sukarelawan untuk membuang nyawa mereka secara sia – sia. Dan aksi mereka pun dapat kita lihat di stasiun TV kesayangan anda dalam progaram berita.

Jika anda merupakan salah satu dari orang – orang yang mulai membenci agama si pelaku dan mengatakan agama si pelaku adalah agama teroris, saya harap anda mau mengubah pandangan anda setelah membaca artikel ini. Apa yang terjadi dengan aksi teror selama ini bukanlah kesalahan dari agama namun murni kesalahan individu – individu perusak yang mendompleng agama sebagai jalan untuk menghalalkan aksi mereka. Salam damai untuk semua pihak. Semoga keselamatan selalu menaungi kita. Amiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar