Pages

Untuk Troya dan Noura : Catatan Seorang Muslim Setelah Bom Bali (II)





-Pelangi tak akan indah jika hanya terbuat dari 1 warna saja. Sama halnya dengan kehidupan, kita diciptakan berbeda – beda agar dapat saling mengenal. Jika semuanya dipadukan dengan baik maka perbedaan itu akan terlihat sangat indah dan menawan-

Setelah tragedi yang menewaskan ratusan korban, Bali berubah drastis. Kami yang dulu hidup dengan aman dan berdampingan dengan keragaman mulai koyak. Saya tak memungkiri ada gesekan – gesekan yang kami alami karena sinisme yang kami terima bukan hanya dari masyarakat Bali saja tapi juga dari kacamata dunia internasional yang memandang Islam sebagai agama teroris. Tapi jujur saja saya tak menyalahkan mereka yang memandang sinis terhadap kami sama sekali. Karena tak dapat dipungkiri walau kami menyangkal habis – habisan semua tudingan itu tetap saja perbuatan bom bunuh diri yang memakan banyak korban jiwa itu didalangi oleh salah satu dari saudara kami sendiri.

Tapi saya sangat amat beruntung, di tengah sinisme yang mengalir terhadap kami saya masih tetap memiliki teman – teman yang sangat bertoleransi terhadap saya dan kehidupan agama saya. Terlahir dan besar di Bali saya memiliki banyak teman – teman yang berasal dari agama, suku serta budaya yang berbeda – beda. Kami hidup dengan baik dan saling bertoleransi terhadap satu sama lain. Saya sering sekali mengundang teman – teman saya datang ke rumah saat saya merayakan Idul Fitri dan teman – teman saya dengan senang hati memenuhi undangan saya tersebut. Mereka – mereka ini yang berasal dari keluarga Kristen, Hindhu bahkan Budha memberikan selamat kepada saya. Tiap tahun menjadi agenda tersendiri bagi kami untuk merayakan Idul Fitri di rumah saya. Bahkan ritual tersebut tak berubah setelah peristiwa naas tersebut.



Saya sangat menghormati mereka. Buat saya tidak penting apakah mereka berasal dari agama atau suku apa pun yang terpenting kita dapat saling bertoleransi satu sama lain dan saling menghormati dalam kehidupan masing – masing. Agama atau suku hanyalah masalah pilihan hidup dan kondisi seseorang saat ia dilahirkan yang sudah tentu tidak bisa ia tentukan. Jadi selama apa yang kita pilih tidaklah merugikan orang lain untuk apa kita mempermasalahkannya? Saya amat sangat menghargai dan menghormati kepercayaan mereka karena mereka telah memperlihatkan kepada saya bahwa mereka mampu untuk menghormati dan menghargai saya dan kehidupan beragama saya. Selama 20 tahun kami hidup bersama di Bali saya diperlakukan dengan baik oleh mereka. Disini saya menemukan kehidupan yang bahagia dan menemukan banyak sekali pelajaran – pelajaran hidup yang saya terima dari teman – teman saya. Kami hidup bahagia dalam kebersamaan. Kami hidup dengan baik di tempat yang punya sejarah kelam. Jika kami bisa mengapa yang lain tidak?

Bila kita selalu menilai orang lain hanya dari agama maupun sukunya saja bahkan belum apa – apa sudah menilai mereka dengan buruk tentu kita hanya akan mendapat permusuhan. Namun, bila kita mau untuk mencoba saling mengenal dan memahami maka akan timbul rasa persaudaraan di hati masing – masing. Janganlah jadikan perbedaan sebagai penghalang namun jadikan ia sebagai alat untuk mempersatukan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar