”Pada saatnya nanti uang kita tidak
ada harganya lagi yaitu saat uang kita tidak lagi mampu membeli sesuatu yang
sudah tidak ada atau punah.”
Arsitektur
sebagai salah satu bentuk refleksi dari kebudayaan dan peradaban masyarakat
memiliki peran penting dalam menjaga ekosistem lingkungan. Bagaimana tidak,
sebuah bangunan yang didirikan berpotensi dapat merusak lingkungan bila dalam
tahap pembangunannya tidak memperhatikan dengan baik kondisi dan iklim
setempat. Arsitektur yang baik adalah asitektur yang mampu mengadaptasi
nilai-nilai sosial, budaya dan iklim setempat ke dalam wujud fisik bangunan.
Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian penting tidak hanya bagi kalangan
arsitek saja namun juga tiap individu karena arsitektur sendiri pada hakikatnya
diciptakan untuk dinikmati oleh setiap orang.
Beberapa
tahun belakangan ini isu yang paling populer dibicarakan di bidang arsitektur
adalah mengenai green building. Sebuah konsep perancangan arsitektur yang
menitikberatkan pada rancangan yang dapat meminimalisir dampak negatif bangunan
pada lingkungan sekitar.Salah satu aspek dalam mewujudkan green building ini
adalah dengan pemanfaatan material-material lokal. Karena dengan
memakai bahan-bahan lokal maka distribusi bahan untuk sampai ke tempat tujuan
akan jauh lebih mudah dan cepat. Dimana hal ini akan berdampak pada pemakaian
bahan bakar untuk alat transportasi tersebut. Semakin dekat lokasi bangunan
dengan sumber material, maka bahan bakar yang diperlukan juga akan semakin
sedikit. Inilah pentingnya memanfaatkan potensi lokal semaksimal mungkin dalam
bidang arsitektur.
Selain
itu dalam kondisi krisis global yang sedang melanda dunia saat ini membuat
biaya untuk membangun gedung terus meningkat tiap tahunnya. Jika dulu untuk
membangun sebuah rumah dengan kisaran harga 1 juta rupiah per meter perseginya
masih dapat dilakukan, namun untuk saat ini paling tidak untuk membangun sebuah
rumah dengan mutu yang baik dibutuhkan biaya paling tidak 2,5 juta – 3 juta per
meter persegi. Lonjakan harga yang cukup tajam ini juga menuntut
sebuah material bangunan yang tidak hanya bagus dari segi kualitas namun juga
relatif terjangkau untuk semua kalangan. Indonesia dengan potensi alam yang
sangat melimpah sebenarnya memiliki banyak hasil alam yang mampu menjadi
alternatif material untuk dijadikan bahan bangunan.
Sebagai
negara beriklim tropis dengan hektaran hutan yang membentang dari ujung barat
hingga ke timur, potensi terbesar untuk dijadikan material bangunan tentunya
adalah kayu. Namun harga kayu yang sangat mahal dan siklus hidup tanaman untuk
mampu menghasilkan kayu dengan kualitas yang bagus sangatlah lama membuatkayu
menjadi tidak terjangkau untuk kalangan bawah yang ingin membuat rumah. Tapi
ada satu potensi lagi yang masih banyak dilupakan oleh masyarakat. Selain kayu ada bahan lain yang dapat ditemukan dengan mudah di hampir
seluruh daerah di Indonesia yaitu bambu. Bambu dapat tumbuh dengan mudah dan
harganya pun relatif terjangkau oleh semua kalangan.
Beberapa
waktu yang lalu memang ada sebagian kalangan yang memandang sebelah mata kepada
bambu sebagai bahan bangunan. Anggapan sebagian orang yang menganggap bahwa
bambu adalah bahan bangunan untuk orang miskin menjadi hal yang membuat
material ini sulit bersaing dengan material-material lain. Namun seiring dengan
usaha dari para peneliti dan praktisi dalam bidang arsitektur untuk
memperkenalkan bambu sebagai bahan bangunan yang tak kalah dibandingkan dengan
bahan lain membuat popularitas material ini lambat laun mulai menanjak. Dulu bambu hanya dikenal sebagai penghias ataupun pelengkap dalam
mempercantik ruangan. Tapi kini bambu pun mulai banyak dilirik sebagai struktur
utama dalam mendirikan bangunan. Tak hanya untuk bangunan rumah
tinggal, bangunan komersil seperti villa, perkantoran maupun institusi
pendidikan pun mulai banyak yang menggunakan bambu.
Sebagai
material dari alam yang saat ini mulai populer digunakan, bambu tentu memiliki
beberapa keunggulan dari material-material bangunan lainnya. Sebagai salah satu
tanaman yang mudah ditemukan di Indonesia, bambu dapat tumbuh dengan mudah
tanpa memerlukan perawatan khusus dan alat-alat yang rumit. Dapat dibudidayakan
oleh siapa saja dengan investasi yang tidak terlalu besar. Dalam masa
pertumbuhan bambu bisa tumbuh hingga 5 cm per jam atau sekitar 120 cm per hari!
Bandingkan dengan kayu hutan yang siap ditebang bila sudah berumur
40-50 tahun, bambu berkualitas baik bisa diproduksi dalam waktu 3-5 tahun saja.Ketahanan
bambu juga dapat dikatakan luar biasa karena dalam hal daya tarik bambu dapat
disaingkan dengan baja. Dengan momen lentur yang tinggi
yang dimilikinya, struktur dari bambu mampu menahan beban angin dan gempa
dengan baik.Karena banyak keunggulan yang dimilikinya tak salah jika
banyak bangunan yang mulai melirik bambu sebagai bahan baku utamanya. Salah satunya
adalah Green School di Bali.
Gedung sekolah yang didominasi oleh bambu
Terbentuk dari kesadaran akan pentingnya
menanamkan kebiasaan “green” sejak dini, John Hardy seorang warga asing mendirikan
sebuah sekolah yang mengajarkan kepada murid-muridnya untuk mengenal
lebih dalam tentang kebijaksanaan dari alam. Sebuah visi yang begitu mulia
dengan perwujudan arsitektur yang begitu luar biasa. Sebuah sekolah yang
jarang ditemukan dimana kita bisa melihat murid-murid berlarian dengan bebas
tanpa mengenakan sepatu di tanah yang becek, memberi makan hewan ternak dan
menanam bibit-bibit tanaman baru.
Salah satu bangunan untuk belajar di Green School
Didirikan sejak tahun 2008, Green School yang
terletak di daerah Mambal-Bali memiliki arsitektur yang terbilang “berani”
untuk ukuran sekolah. Sesuai dengan visi dari sekolah
yang ingin mengenalkan alam kepada anak-anak, bangunan dirancang menggunakan
material-material lokal. Dimana 98% dari bangunan menggunakan bambu termasuk
struktur utama bangunan, sisanya menggunakan lumpur untuk dinding
dan lantai dan penggunaan grass block dengan tambahan batu kali sebagai penutup
jalan menuju area dan sekitar sekolah yang langsung didapat dari sungai di
belakang sekolah. Penggunaan material non-sustainable benar-benar di
minimalisir sehingga sedikit sekali semen yang digunakan dengan alasan
mengurangi emisi karbon yang dikeluarkan pada saat proses produksi.
Struktur dari bambu pada bangunan Green School
Tak hanya itu, ruang kelas dirancang
tanpa menggunakan dinding sehingga memudahkan jalan angin untuk masuk ke
ruangan.Tujuan lainnya adalah agar para murid benar-benar
merasakan sensasi belajar di ruang terbuka yang menyatu dengan alam. Sambil
belajar mereka dapat mendengar suara hewan ternak, gemericik air di sungai dan
mencium bau tanah sehabis hujan. Bukan hanya bangunan, keseluruhan
lanscap dimanfaatkan secara optimal dimana para murid diajari untuk menanam
buah dan sayuran, memanennya langsung dan memakannya sendiri maupun dijual ke
pasar tradisional terdekat. Tanah liat yang mudah didapat di area
sekolah juga dimanfaatkan oleh para murid untuk membuat kerajinan tangan.
Ruang-ruang yang dibiarkan terbuka
Usaha penyatuan tidak hanya dilakukan
dengan alam namun juga dengan masyarakat sekitar. Sebuah harmonisasi yang indah
manakala para pengrajin dari Bali mengajari para murid mengenai material lokal
Bali untuk menciptakan karya-karya hebat.
Beberapa penduduk desa di sekitar sekolah juga mengajari bagaimana cara memasak
dan beternak. Hubungan baik antara sekolah dengan komunitas sekitar makin
nampak ketika sebuah jembatan besar yang menyebrangi sungai dibuat oleh pihak
Green School yang bukan saja berfungsi sebagai infrastruktur sekolah tapi juga
membantu warga ratusan warga sekitar untuk beraktivitas setiap harinya.
Benar-benar sebuah cara mengajar yang tak biasa
namun patut diacungi jempol karena usaha mereka yang benar-benar ingin
mengenalkan kebiasaan “green” sejak dini yang tak hanya melalui teori semata
namun juga pada praktek pada kehidupan sehari-hari. Dengan sistem
pendidikan seperti yang diajarkan oleh Green School, John Handy berrharap bahwa
kebiasaan hidup green ini akan memberi dampak positif bagi lingkungan dan
memberi dampak yang nyata bagi kehidupan sosial masyarakat.
Sebuah perubahan besar pasti dimulai dengan satu langkah kecil. Sederhana memang namun tak banyak yang sadar bahwa satu perbuatan kecil jauh lebih baik daripada seribu perkataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar