Menghilanglah dari kehidupanku….
Enyahlah dari hati yang telah hancur….
Kehadiran sosokmu kian menyiksaku…
Biarkan disini ku menyendiri
Sepenggal
lirik dari lagu Rocket Rockers terdengar dari radio mobilku. Aku tak begitu
suka lagu ini, terdengar memilukan dan tak masuk akal. Begitu pandanganku dulu,
tak hanya aku namun semua orang yang sedang merasakan kebahagiaan bernama
cinta. Ketika cinta itu datang semua hal memilukan dianggap serasa tak masuk
akal, namun ketika cinta itu pergi kebahagiaan seolah menguap seakan – akan tak
pernah singgah sama sekali.
Dulu kau
membawa rasa gelisah namun membahagiakan saat menantimu. Dan membawa rasa asing
yang terasa menggelitik benakku saat memikirkanmu. Namun kini semuanya hilang
tak membekas. Tak pernah terbayang, pertemuan singkat di halte menjadi awal
kisah kita. Dan tragisnya di tempat itulah semua kisah kita berakhir. Benarkah
selama 5 tahun ini kita benar – benar merasakan cinta? Atau hanya memaksakan
cinta yang sebenarnya tak ada?
Masih
kuingat bagaimana tatapan matamu kepadanya memporak porandakan hatiku. Tatapan
mata yang akhir – akhir ini hilang dari sorot matamu saat melihatku. Tatapan
mata yang selalu meneduhkan berakhir menjadi tatapan penuh kekecewaan dan
sesekali amukan yang tak terucapkan. Bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku
sering pergi meninggalkanmu bukan untuk menghindarimu tapi benar – benar untuk
meraih impianku. Tak bisakah kau menunggu sedikit saja, Nita?
“Tidak apa – apa, pergilah...” Selalu itu
yang kau ucapkan saat aku hendak sekali lagi meninggalkanmu pergi ke luar kota
untuk urusan pekerjaan. Ucapan yang awalnya terdengar penuh perhatian dari
bibir tipis nan menggairahkan milikmu. Namun, berubah akhirnya menjadi ucapan
kosong tanpa harap. Dulu kau selalu mengirimkanku sms untuk sekedar bertanya apakah
aku sudah makan atau belum, apakah bisnisku berjalan dengan baik atau tidak?
Bentuk perhatian kecil yang akhir – akhir ini menghilang dan tak kusangka aku
begitu merindukannya. Sadarkah kau betapa aku selalu memikirkan dirimu dan
kusangka kau juga memikirkan aku? Aku berharap kau tidak lagi muncul untuk
sekedar memperlihatkan wajah penuh penyesalanmu. Aku benar – benar ingin
sendiri dan berharap bisa melupakanmu.
Pergilah
bersamanya disana…
Dengan dia yang ada segalanya…
Bersenang-senanglah sepuasnya…
Biarkan disini ku menyendiri
Dengan dia yang ada segalanya…
Bersenang-senanglah sepuasnya…
Biarkan disini ku menyendiri
Banyak yang
mengatakan bahwa wanita sulit dimengerti. Aku tak begitu percaya akan kata –
kata itu. Bagiku wanita sama dengan lelaki jadi apa yang membuatnya susah
dimengerti? Tapi semua teoriku luntur saat aku mengenalmu. Aku baru merasakan
arti dari kalimat itu sepenuhnya saat mulai mendengar ceritamu, saat melihatmu
menangis tanpa alasan yang logis maupun saat melihatmu tertawa akan kondisi
yang seharusnya membuatmu menangis getir. Ternyata wanita bukanlah makhluk yang
sama dengan pria. Mereka benar – benar spesial. Benar – benar susah dimengerti
oleh kaum adam.
Tak terasa
sudah setahun aku mengenalmu. Jangka waktu yang kupikir cukup untuk mengertimu.
Namun ternyata tidak, aku tetap tak habis pikir mengapa kau masih juga bertahan
dengan Yoga, pria yang menurut ceritamu selalu membuatmu kecewa dan menangis
karena ia tak pernah meluangkan waktunya bahkan untuk sekedar menemanimu
menonton serial kesayanganmu.
Apa
menurutmu aku tak sepadan dengannya? Aku memang tak sekaya pebisnis itu, dan harus kuakui, aku juga tak setampan dia. Tapi
bukankah dengan kekayaan dan ketampanan yang dimilikinya tak membuatmu merasa
bahagia? Bukankah kau sendiri yang datang menemui aku saat dia sedang sibuk
dengan urusan bisnisnya? Bukankah sudah terbukti dengan keadaanku yang pas –
pasan ini kau justru malah sering tertawa dan tersenyum saat bersamaku? Kau
tampak sangat bahagia saat bersamaku. Atau aku salah, apakah itu hanya sebuah
kamuflase darimu?
Masih tak
terpikirkan olehku mengapa kau masih berusaha mengejarnya saat kita bertemu di
halte tempat kita biasa membuat janji. Aku pikir kau sudah membuangnya dari
hidupmu. Seperti yang kau tahu aku sudah mencoba yang terbaik untuk
menggantikan posisinya. Namun apa daya, saat aku melihatmu masih berusaha
mengejarnya aku tak bisa berbuat banyak untuk menahanmu. Jelas terlihat kau
masih mencintainya. Dan aku tak bisa menahanmu lebih lama di sampingku. Cinta
tak harus memiliki bukan? Saat ini aku benar – benar ingin sendiri dan
melupakanmu..
Terlintas
keinginan untuk dapat
hilang ingatan agar semua terlupakan….
Dan ku berlari sekencang-kencangnya
Tuk melupakanmu yang telah berpaling
hilang ingatan agar semua terlupakan….
Dan ku berlari sekencang-kencangnya
Tuk melupakanmu yang telah berpaling
Ardi selalu
berkata padaku “Kemarilah dan sandarkan
bahumu padaku”. Sebaris kalimat pendek namun begitu menghibur bagiku. Ada
sesuatu yang berbeda pada diri Ardi yang tidak kutemukan dalam diri Yoga.
Bersama Ardi aku merasa lebih tenang bahkan tanpa sadar aku lebih banyak
tertawa saat bersama dia dibandingkan saat bersama Yoga. Apakah aku mulai
mencintai Ardi? Aku pun tak tahu dan aku tak mau pusing – pusing mendefinisikan
perasaanku kepadanya. Biarkan ini mengalir apa adanya.
Aku tahu
Yoga selalu memikirkanku saat dia pergi. Dan aku yakin dia tak mungkin main
dengan wanita lain di belakangku. 5 tahun kami menjalani hubungan, aku tahu
persis bagaimana wataknya. Saat ia pulang, ia selalu menghujaniku dengan hadiah
dan kecupan. Ia pebisnis yang hebat dan juga tampan. Benar – benar seorang pria
idaman kan? Tapi aku butuh lebih dari itu. Aku butuh lebih dari sekedar hadiah.
Aku butuh perhatian – perhatian dari seorang lelaki yang menganggapku istimewa.
Oleh karenanya aku membutuhkan Ardi. Tapi aku tidak kehilangan cintaku pada
Yoga. Terlihat tamak bukan? Tapi bukankah itu manusiawi, manusia selalu merasa
kurang dan itu terjadi juga padaku. Yang jelas aku tidak mau kehilangan
keduanya.
Tapi aku
tahu cepat atau lambat ini akan berakhir. Ini seperti bom waktu yang siap meledak
kapan saja. Dan akhirnya hari itu tiba, Yoga melihatku berdua dengan Ardi di
halte tempat aku biasa bertemu dengan Ardi. Tempat yang sama saat aku bertemu
pertama kali dengan Yoga. Aku tak tahu apa yang terjadi namun saat melihat raut
kekecewaan dari wajah Yoga spontan aku mengejar mobilnya yang melaju menjauh.
Aku terus berlari meninggalkan Ardi yang melepasku dengan senyuman penuh arti.
Bukan senyuman menenangkan seperti yang biasa ia berikan padaku. Tapi ini lebih
seperti senyuman perpisahan. Aku tak mengerti yang jelas aku hanya berlari.
Namun, aku tak tahu siapa yang kukejar.
Akhirnya
aku sadar, kami semua terluka. Aku, Yoga dan Ardi tak bisa kembali seperti
dulu. Tapi kami terlalu terluka untuk mengingat semua ini. Ada baiknya jika
kami benar – benar lupa akan keberadaan masing – masing. Lupa ini pernah
terjadi, lupa bahwa kami pernah ada.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar