“Perdamaian hanya akan tercipta saat kita
mau menerima perbedaan”.
Seperti yang pernah saya
ceritakan sebelumnya bahwa saya adalah seorang muslim yang tinggal di Bali. Dan
setelah kejadian Bom Bali I dan II keharmonisan antara penduduk pendatang dan
penduduk pribumi menjadi goncang dan menimbulkan bekas mendalam bagi penduduk
pribumi bahkan kami. Sehingga sampai saat ini masih banyak penduduk pribumi
yang masih bersikap sinis terhadap kaum muslim, tapi kami sadar itu bukan
sepenuhnya salah mereka. Bahkan hingga kini saya sangat malu dengan apa yang
terjadi tahun 2002 silam.
Sampai akhirnya
konflik itu kembali membara. Pemicunya memang bukan terjadi di Bali tapi di
Lampung. Tapi hingga kini
efeknya menjalar sampai ke Pulau Bali sehingga kobaran api yang sempat mereda
kembali berkobar. Ribuan
warga Bali di desa Balinuraga, Lampung diserang sehingga mereka terpaksa
mengungsi dan belasan korban berjatuhan.
Saya sendiri tak tahu apa yang sebenarnya memicu kerusuhan tersebut. Banyak
yang mengatakan karena warga Bali dianggap melecehkan seorang perempuan
penduduk pribumi. Tapi entahlah karena saya tak tahu pasti jadi saya tidak akan
menuliskan asumsi – asumsi pribadi saya mengenai hal tersebut.
Tapi hal ini sontak membuat warga
Bali gerah. Merasa
saudara mereka dianiaya rasa persaudaraan mereka memanggil mereka untuk
bertindak. Setiap hari headline koran memuat ormas – ormas Bali yang berdemo
dan menuntut agar kerusuhan tersebut segera ditangani. Pembicaraan semua orang di Bali tak lepas seputar
kerusuhan di Lampung. Tak terkecuali teman – teman kuliah saya. Mereka semua
membicarakan masalah tersebut dan mengutarakan pendapat dari sudut pribadi
mereka yang mayoritas tentu mengutuk serangan tersebut. Kenangan akan peristiwa
Bom Bali kembali menyeruak. Mereka
tak secara gamblang mengaitkan hal ini dengan peristiwa Bom Bali yang didalangi
salah seorang yang mengaku muslim namun saya tahu pasti trauma mereka kembali
muncul dan rasa malu luar biasa kembali mendera diri saya. Dan saya hanya bisa diam mendengarnya. Saya yakin
semua warga muslim di Bali juga gerah mendengar kejadian tersebut. Ada perasaan
tidak enak menjalari kami. Bahkan karena rasa persaudaraan yang begitu kuat dan
perasaan sebagai salah satu bagian dari warga Bali, saat sholat Jumatan lalu
sebagian warga muslim menyumbangkan donasi untuk disumbangkan kepada “saudara”
kami di Lampung.
Pernahkah anda berada dalam
posisi sebagai seorang keluarga terdakwa yang sedang divonis hakim, dimana anda
tidak bisa berbuat apa – apa karena memang anggota keluarga anda betul – betul
bersalah? Anda tentu tidak mungkin mengajukan pembelaan karena anda sadar bahwa
keluarga anda tersebut memang pantas dihukum namun di satu sisi anda sedih
karena mereka adalah anggota keluarga anda sendiri yang tidak mungkin anda
biarkan mereka terkena hukuman. Begitulah kira – kira perasaan saya. Saya hanya bisa diam dan merasa
malu yang amat sangat karena peristiwa ini. Saya hidup selama 20 tahun di Bali
dalam keadaan baik dan mempunyai hubungan yang baik dengan teman – teman saya
penduduk pribumi, saya sangat menghargai mereka tapi ulah sekelompok orang ini membuat
hubungan kami goncang. Walaupun teman – teman saya tetap bersikap biasa
terhadap saya tapi tahukan anda bahwa saya sangat malu????? Mereka mampu
menghargai saya yang merupakan penduduk pendatang tapi mengapa ada orang yang
menyerang orang – orang ini secara bar – bar.
Bahkan anak kecil, para wanita hingga para lansia yang saya yakin tidak ada
sangkut pautnya dengan masalah di atas ikut menjadi korban kebiadaban??
Kita tidak bisa
memilih dimana kita dilahirkan. Di suku apa, dengan orang tua seperti apa,
dengan lingkungan yang bagaimana, dengan budaya yang seperti apa. Itu semua
tidak bisa kita pilih, jadi mengapa kita harus menghakimi seseorang dari hal
yang mereka tidak bisa pilih sendiri?
Memangnya kita sudah benar? Memangnya kita sudah sempurna? Bukankah akan lebih
indah jika kita mau menerima perbedaan itu sehingga hidup kita akan jauh lebih
bahagia? Bukankah hidup akan jauh lebih indah jika kita mampu hidup
berdampingan dalam kedamaian? Dan
perdamaian tidak akan tercipta bila kita masih saja mempermasalahkan perbedaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar