Jujur saya
sebenarnya paling malas membahas mengenai masalah agama. Karena bagi saya
masalah agama merupakan masalah yang sangat sensitif dibicarakan. Bahkan dengan orang seagama
saja bisa menimbulkan perpecahan apa lagi membahasnya bersama dengan orang yang
berbeda agama? Ibarat berjalan di atas lapisan es tipis, hanya
ada 2 pilihan menghancurkan es tersebut dan tenggelam ke dasar yang sangat
dingin atau selamat dengan meninggalkan retakan disana – sini. Namun
dengan adanya peristiwa yang akhir – akhir ini begitu memprihatinkan dan banyak
membuat orang – orang kembali mengaitkannya dengan agama maka mau tak mau saya
hendak berbagi pemikiran saya mengenai hal ini.
Pernah mendengar
sebuah kisah tentang kakak beradik yang mendapat wasiat dari ayahnya ketika
meninggal? Kalau belum mari kita simak cerita ini terlebih dahulu, baca dan
pahami baik – baik. Alkisah, pada suatu hari ada seorang ayah yang seddang
sekarat menunggu ajal. Sebelum ia meninggal ia memanggil kedua anak lelakinya
dan memberikan pesan : “Anakku ada beberapa pesan yang hendak ayah sampaikan
sebelum ayah wafat. Pahami dan lakukan pesan ayah agar kalian kelak menjadi
orang yang sukses. Setiap hari makanlah 200 mata ikan dan jangan terkena panas
matahari saat berjualan, hanya ini pesan ayah niscaya kalian akan mendapat
manfaat jika melaksanakan pesan ayah ini.” Akhirnya setelah menyampaikan
pesannya si ayah pun meninggal dunia.
Setahun setelah
si ayah meninggal sang ibu pergi menjenguk kedua anaknya. Sang ibu pergi
menjenguk si kakak terlebih dahulu, si ibu sangat terkejut melihat keadaan
anaknya yang begitu miskin. Saat ditanya mengapa hal itu bisa terjadi si kakak
menjawab “Aku sudah melakukan pesan ayah. Setiap hari aku makan 100 ikan yang
ukurannya besar sehingga total aku memakan 200 mata ikan tiap harinya. Dan saat
berjualan pun aku selalu memakai kereta kuda yang terbaik untuk melindungiku
dari panas matahari. Namun ibu lihat sendiri keadaanku sungguh buruk saat ini”.
Sang ibu tidak bisa berkata apa – apa dan pergi menemui si adik. Bertambah
keterkejutan sang ibu melihat keadaan si adik yang jauh berbeda dengan si
kakak. Sang adik hidup dengan pebuh kemakmuran. Saat ditanya mengapa hidupnya
jauh berbeda dengan sang kakak si adik menjawab “Aku pun telah melakukan apa
yang ayah perintahkan. Tiap hari aku hanya memakan 100 ikan teri sehingga aku
memakan 200 mata ikan tiap harinya. Dan aku selalu pergi untuk berjualan
sebelum matahari terbit dan pulang setelah matahari terbenam sehingga aku tidak
terkena panas matahari.”
Perhatikanlah
2 orang tadi mendapatkan pesan yang sama dan dari orang yang sama pula bahkan
di waktu yang bersamaan. Namun kedua orang tadi menafsirkannya dengan cara yang
berbeda dan hasilnya pun sangat berlainan satu sama lain. Hal
ini yang harus kita perhatikan bersama. Saya sangat gerah melihat perbuatan
orang – orang mengenai kejadian teror yang dilakukan sejumlah pihak yang
mengatas namakan agama. Dan lebih gerah lagi melihat orang – orang mulai ikut –
ikutan membicaran hal ini dan juga menuding agama si pelaku sebagai biang
keladinya. Dan akhirnya mulai menyebut agama si pelaku sebagai agama teroris. Dan
yang semakin membuat gusar adalah sebagian lagi mulai mempertanyakan fungsi
dari agama dan meragukan apakah agama dapat dijadikan kembali landasan hidup
bagi orang – orang jika yang dihadirkan oleh agama hanya aksi teror seperti ini
saja. Saya
yakin tidak ada satu agama pun di dunia ini yang mengajarkan melakukan kekerasan
untuk berbagai alasan. Bahkan
jika sekelompok orang – orang ini yang melakukan aksi terorisme mengatas
namakan agama untuk melancarkan aksinya saya rasa kurang tepat jika orang –
orang menuduh agama si pelaku sebagai agama teroris. Tidak ada
agama yang mengajarkan terorisme sehingga tidak ada agama teroris, yang ada
hanyalah teroris agama.
Seperti cerita
di atas tadi bahwa sebuah pesan yang sama dapat ditafsirkan menjadi 2 hal yang
berbeda. Hal ini pula yang terjadi pada masyarakat kita. Sudah jelas tertulis
di kitab – kitab suci bahwa merupakan hal yang buruk jika kita menebar teror dan
melukai orang – orang yang tidak bersalah. Namun, hal ini dapat saja
diasumsikan secara berbeda oleh sebagian orang yang justru mereka anggap pesan
ini merupakan pesan yang menghalalkan mereka untuk melakukan aksinya. Hal ini
bisa saja terjadi kan? Apa lagi seperti kita ketahui bahwa kelompok orang –
orang tersebut biasanya dipengaruhi oleh orang – orang tertentu yang lebih dulu
otaknya “telah mengalami kerusakan hebat dalam memahami informasi”. Orang –
orang inilah yang pada merecoki pikiran orang – orang untuk berbuat aksi teror.
Mungkin sebagian ada yang bertanya mengapa mereka mau percaya begitu saja?
Jawabannya sungguh sederhana. Seperti kata pepatah “Bahkan kebohongan pun
akhirnya dapat diterima sebagai suatu fakta jika dikatakan terus menerus”. Hal
inilah yang dilakukan para guru teroris.
Tiap
hari mereka meracuni pikiran – pikiran orang – orang yang memang sudah lemah
imannya,tidak bahagia dan hanya punya satu harapan bahwa agama dapat
membebaskan mereka dari ketidakbahagiaan itu.
Namun sungguh
malang jalan yang mereka tempuh sungguh salah. Mereka tiap harinya harus
mendengarkan omongan – omongan penuh fitnah dan kebohongan dari guru – guru
mereka yang justru menjerumuskan mereka ke lubang kenistaan. Karena tiap
hari hidup mereka terus dicecoki oleh omongan sang guru akhirnya lambat laun
mereka pun mulai mempercayai omongan sang guru dan mereka pun mau untuk
dijadikan sukarelawan untuk membuang nyawa mereka secara sia – sia. Dan aksi mereka pun dapat kita
lihat di stasiun TV kesayangan anda dalam progaram berita.
Jika anda
merupakan salah satu dari orang – orang yang mulai membenci agama si pelaku dan
mengatakan agama si pelaku adalah agama teroris, saya harap anda mau mengubah
pandangan anda setelah membaca artikel ini. Apa yang terjadi dengan aksi teror
selama ini bukanlah kesalahan dari agama namun murni kesalahan individu –
individu perusak yang mendompleng agama sebagai jalan untuk menghalalkan aksi
mereka. Salam damai untuk semua pihak.
Semoga keselamatan selalu menaungi kita. Amiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar