Pada
salah satu surat R.A. Kartini, ia sempat menyiratkan bahwa pernikahan merupakan
sebuah kutukan baginya. Apa lagi di zaman beliau
tersebut hak – hak kaum wanita dalam pendidikan dan pekerjaan amat sangat
dikekang. Wajar saja bagi seorang wanita yang berpikiran bebas dan ingin terus
berkarya pernikahan merupakan sebuah sangkar bagi dirinya. Bayangkan
seorang wanita di zaman yang belum mengenal emansipasi sangat berkeinginan
untuk belajar dan mendapat kesempatan yang sama dengan para lelaki dalam hal
pendidikan. Tapi kini di zaman yang serba mudah dimana kesempatan bagi para
wanita terbuka lebar seluas – luasnya untuk mendapat pendidikan yang setara
dengan lelaki masih saja ditemui wanita – wanita manja dan berpikiran sempit
yang sepertinya sangat menyepelekan pendidikan.
Jika anda
seorang wanita dan ditanya oleh teman anda apakah pendidikan penting bagi diri
anda apa yang akan anda jawab? Jika anda menjawab penting dengan alasan –
alasan bahwa perempuan itu haruslah pintar supaya tidak kalah dengan lelaki dan
bla bla bla bla yang jawabannya tidak jauh – jauh dari emansipasi biasanya akan
ada pertanyaan lanjutan “terus apa gunanya pendidikanmu, kan nanti kamu juga
jadi ibu rumah tangga terus ngurus anak ama suami aja kan?”. Dan anda hanya
bisa ber ah oh ria saja atau melanjutkan jawaban anda yang ujungnya – ujungnya
tidak memberi jawaban pasti dan berputar kembali soal masalah kesamaan gender
dan lain – lain.
Paling tidak
untuk para wanita yang menjawab penting saya sangat memberi apresiasi tinggi
dibandingkan para wanita yang justru sangat apatis dengan yang namanya
pendidikan. Karena sungguh tidak bisa dipercaya bahwa di zaman iPhone dan iPad
ini (ga nyambung kayaknya) masih ada saja wanita yang suka mencibir bila
melihat teman wanitanya yang lain sangat getol dengan yang namanya pendidikan.
Seperti kalimat di atas biasanya si suka mencibir ini senang sekali mengeluarkan
jurus pamungkas yang sudah basi dengan pertanyaan – pertanyaan “ngapain sih lo
sekolah tinggi – tinggi toh ujung – ujungnya kerja di dapur juga!”. Jika
ada teman wanita anda yang bertanya seperti ini saya sarankan untuk segera
mengambil batu dan menimpuk kepala teman anda supaya lekas sadar.
Tapi
pasti kadang anda juga berpikir sebenarnya untuk apa kita para wanita
bersekolah sampai mengejar titel Sarjana dll. Saya sendiri juga sempat berpikir
seperti itu. Namun, saya punya pengalaman yang sepertinya sangat perlu untuk
disimak. Dua tahun yang lalu setelah
lulus dari SMA saya sempat menjadi guru privat untuk anak SD. Saya mengajar
beberapa mata pelajaran seperti matematika, bahasa Inggris dan tak ketinggalan
membaca dan menulis untuk anak TK dan SD kelas 1. Rata – rata murid saya ini
merupakan anak – anak yang orang tuanya sibuk bekerja sehingga tak sempat
memperhatikan putra – putrinya belajar sehingga mereka mempercayakannya pada
orang lain. Dan ada beberapa orang tua yang memang tidak memahami mata
pelajaran si anak sehingga tidak bisa mengajari si anak.
Untuk kasus
pertama sebenarnya tidak mengapa jika kita mempunyai banyak uang dan memberikan
pelajaran tambahan untuk buah hati kita, namun untuk kasus kedua sepertinya
sungguh miris. Sebodoh itukah kita sampai harus mempercayakan semua mata
pelajaran si anak kepada sang guru. Memang untuk beberapa pelajaran yang susah,
dapat dipahami jika si anak diberi pelajaran tambahan dengan seorang guru
privat. Namun jika pelajaran yang dimaksud seperti membaca dan menulis atau
matematika dasar seperti pertambahan dan pengurangan, perlukah kita memanggil
seoran guru privat? Jika ada orang tua yang tidak bisa atau tidak mau mengajari
anaknya membaca, menulis atau menghitung dasar hanya ada 3 indikasi :
1.
Si anak mengidap autisme, cacat mental, kelainan fisik atau psikologi atau
sungguh – sungguh bodoh serta super hiperaktif sehingga orang tuanya tidak sanggup
mengajarinya,
2.
Orang tuanyalah yang super – super bodoh kuadrat karena tidak bisa membaca atau
menghitung sehingga otomatis tidak bisa mengajari si anak,
3.
Si orang tua tidak peduli dengan anak – anaknya.
Menurut saya
sesibuk – sibuknya orang tua terutama seorang ibu jika tidak dapat mengajari
atau minimal menemani anaknya belajar khususnya membaca dan menulis itu sama
saja si orang tua tidak peduli dengan anaknya. Dulu saat saya masih kecil, ibu
saya seorang wanita yang hanya lulusan SMEA mengajari saya membaca dan menulis
sambil menemani saya bermain.
Dan itu berlanjut hingga kelas 2 SD. Itu merupakan sebuah kebanggaan bagi saya karena
pelajaran dasar bagi hidup saya diajari sendiri oleh ibu saya yang melahirkan
saya dengan cara yang sungguh baik.
Dan itu memberikan
sebuah contoh juga motivasi untuk saya di masa depan kelak.
Jadi jika ada
orang yang bertanya pada saya apakah pendidikan penting untuk wanita, maka akan
saya jawab penting! Dan bila orang kepo ini bertanya lagi dengan mengeluarkan
jurus pamungkas kerja di dapur bla bla bla... Maka akan saya jawab dengan tegas
“Saya
sekolah dan belajar setinggi -tingginya supaya nanti saya bisa mendidik dan
mengajari anak saya sendiri dengan baik sehingga saya tidak harus menyerahkan
tanggung jawab pendidikan anak saya kepada orang lain!”. Bukan
hanya itu saja sebenarnya, sama seperti saya yang bangga luar biasa dengan ibu
saya, maka saya juga ingin anak saya bangga terhadap saya.
Jadi
nanti jika anak saya ini pintar dan orang – orang bertanya kepada si anak
mengapa dia pintar, belajar di mana, makan apa dll (biasanya yang nanya kayak
gini emak – emak temennya yang sirik) maka dia bisa menjawab dengan penuh
kebanggaan “Saya pintar karena ibu saya yang mengajari saya”. Beuh
bayangkan betapa bangganya kita sebagai ibu melihat anak kita tumbuh sehat dan
pintar di tangan kita sendiri. Apalagi jika kita seorang S1, S2, S3, S nung –
nung dll dan beneran pintar kita bisa mengajari anak kita sampai dia SMA lho.
Bukan hanya mengajarinya sebatas mata pelajaran, namun kita bisa mengajarinya
pola pikir yang benar. Karena saya yakin semakin tinggi pendidikan seseorang
biasanya pola pikirnya semakin maju, namun ini tidak berlaku untuk anda wanita
yang memang dari sononya uda ada kelainan pada otak.
Untuk anda para
wanita jangan ragu lagi untuk terus meraih cita – cita anda semasih ada
kesempatan. Jangan sia – siakan kesempatan yang ada untuk menempuh pendidikan
serta mimpi – mimpi anda setinggi – tingginya. Camkan bahwa apa yang anda
dapatkan di bangku sekolah tidak hanya berguna untuk anda tapi dapat anda
amalkan dan berguna untuk buah hati anda kelak! Terakhir untuk anda para lelaki
apakah anda suka dengan wanita yang berpendidikan atau justru minder dengan
wanita yang lebih tinggi pendidikannya dibandingkan anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar