Pernah melihat
film 3 Idiots? Di salah satu bagian film tersebut dikisahkan ada seorang
mahasiswa yang bunuh diri karena tidak tahan mendapat tekanan dari sang dosen. Saat pemakaman
mahasiswa tersebut, si Rancho (pemeran utama) berkata kepada sang dosen bahwa
mahasiswa tersebut meninggal bukan akibat dari bunuh diri tapi karena
pembunuhan. Saat
menontonnya saya teringat akan sebuah kisah nyata di sebuah sekolah di Amerika yang
saya baca, dimana salah satu siswinya ditemukan meninggal gantung diri di
rumahnya setelah menjadi korban bulying teman – temannya.
Dalam buku
hariannya ia menceritakan bahwa ia diajak laki – laki populer di sekolahnya ke
pesta dansa. Dalam pesta itu ia justru menjadi bulan – bulanan
oleh para siswa populer lainnya. Ia dipermalukan oleh pria yang mengajaknya di
hadapan orang banyak dengan mengatakan bahwa ia adalah gadis yang jelek. Tak
berhenti sampai disana para siswi populer lainnya melanjutkan mempermalukan
dirinya dengan mengoyak – ngoyak baju yang dikenakannya. Karena tidak tahan, sampai di
rumahnya gadis itu langsung bunuh diri setelah menulis diary terakhirnya. Dalam
diary itu sang gadis berkata bahwa ia sangat malu dan sudah tidak tahan lagi
untuk hidup dan akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Kisah miris ini
akhirnya terjadi di kembali pada seorang gadis di Aceh. Agak sedikit
berbeda dari kisah di atas, kali ini sang gadis bernama Putri “terbunuh” oleh
media lokal yang menyebutnya sebagai seorang pelacur. Kisah bermula ketika Putri dan
temannya sedang menonton konser dimana saat itu kebetulan sedang diadakan razia
oleh petugas. As we know di Aceh banyak banget razia pas konser musik. Entah
apa tujuan sebenarnya, tapi yang jelas sering banget anak muda yang terjaring
razia ini yang kemudian diberi pembinaan. Pada razia sebelumnya yang pernah
saya lihat di TV banyak anak punk yang terjaring razia. Untuk anak punk yang
kerjaannya memang tidak jelas bolehlah ya masuk kategori “target empuk
operasi”, tapi
kali ini dua orang remaja putri yang sedang duduk – duduk di pinggir lapangan
(dan setahu saya si Putri ini mengenakan jilbab) menonton konser musik dirazia
oleh polisi. Agak tidak masuk akal memang,
tapi begitulah kenyataannya. Negeriku oh negeriku, polisi ku oh polisiku....
Dan
pengacau lain datang ketika acara razia – raziaan ini mendapat sorotan media
lokal setempat. Dan media lokal terlaknat ini dengan seenak hati demi mendapat
keuntungan sepihak menulis headline yang bodoh kuadrat dikali 3 “2 Orang
Pelacur Dirazia Polisi Saat Menonton Konser Musik”. Wow! Mari kita beri tepuk
tangan yang keras untuk koran tersebut! Sebenarnya yang menulis headline
tersebut siapanya si Putri ya? Teman bukan, saudara juga bukan kok bisa tahu ya
kalo si Putri ini si pelacur? Mungkin si pembuat tulisan lebih cocok jadi
paranormal daripada jadi penulis.
Dan seperti kita
ketahui bersama akhir kisah ini. Si Putri ditemukan tewas gantung diri di
kamarnya dengan meninggalkan sepucuk surat untuk ayah dan adiknya. Dan ketika
membaca surat si Putri saya sungguh amat sangat ingin sekali datang ke kantor
penerbitan surat kabar yang membuat tulisan tersebut untuk memeluk penulis
sampai ia kehabisan napas! Petikan surat si Putri kira – kira begini (agak –
agak lupa) tapi ga jauh beda sama isi aslinya : “Bapak
maafin Putri ya karena sudah bikin malu Bapak. Waktu itu Putri cuma pengen
nonton konser. Tapi sumpah Putri ga pernah jual diri. Bapak ga usah cariin
Putri lagi ya. Putri sayang sama Bapak dan Aris (adik si Putri)”.
Saya tidak akan
menjudge si pembuat tulisan tersebut. Karena setiap orang pasti pernah
melakukan kesalahan. Tapi terkadang saya sungguh ingin mengetahui apa yang
dirasakan si pembuat tulisan dan orang – orang yang dengan perbuatan mereka
telah “membunuh” orang lain? Saat mereka mengetahui ada seseorang yang sangat
malu atau depresi karena mereka permalukan bahkan hingga bunuh diri apa yang
mereka rasakan? Jika mereka merasa menyesal dan
mengakui perbuatan mereka serta mau merubah perbuatan mereka tentu hal itu
bagus, namun kadang – kadang saya berpikir jangan – jangan mereka merasa puas
dengan kematian orang yang mereka hina. Mungkin ada suatu kebanggaan di
dalam diri mereka karena telah berhasil “menyingkirkan” orang lain yang tidak
mereka suka. Semoga saja tidak ada yang merasa demikian. Jika ada salah satu di antara
anda yang merasa bangga karena telah menyebabkan kematian seseorang saya
sarankan anda untuk segera berkonsultasi ke klinik tong fang terdekat.
Well, semoga
tidak ada lagi hal – hal seperti ini lagi di kemudian hari. Cukuplah dengan kematian
seorang Putri yang “terbunuh” oleh media. Jangan ada lagi Putri – Putri
selanjutnya yang bernasib sama. Semoga ini dapat menjadi pelajaran bagi kita
semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar