Masalah itu
datang lagi. Sungguh aku tak tahu apa yang harus kuperbuat. Orang tuaku
menyuruhku melanjutkan kuliah sedangkan aku benar-benar belum ingin melanjutkan
kuliahku. Ada hal lain yang ingin kukejar, ada mimpi-mimpiku yang lain yang
harus kuperjuangkan. Selain itu ada beberapa hal lain yang benar-benar
membuatku tak bisa melanjutkan kuliah saat ini. Alasannya akan aku ceritakan
nanti khusus untuk kalian berdua jika kalian sudah besar.
Aku
sungguh-sungguh tak berdaya. Aku takut sekali mengecewakan kedua orang tuaku
terutama ayahku, sementara di lain sisi aku tak sanggup menjalankan ini. Aku
senang sekali belajar. Membaca dan menuntut ilmu adalah kebutuhanku tapi tak
bisa kulakukan jika dalam keadaan terpaksa seperti sekarang. Sementara ayahku
begitu bahagia dan bersemangat hanya dengan mengetahui aku bisa kuliah lagi. Bagaimana
bisa aku memberitahu bahwa aku tidak ingin kuliah sementara setiap hari ayahku
bertanya bagaimana kuliahku, jam berapa aku kuliah dan rentetan pertanyaan lain
seputar kuliahku. Ia terus menerus bertanya kapan kira-kira aku bisa
menyelesaikan kuliahku. Bagaimana bisa aku mengecewakan ayahku lagi?
Mengatakan
keinginanku sama dengan mengubur impiannya. Sama dengan mematahkan semangatnya,
sama dengan melenyapkan kebahagiaannya. Aku tak bisa menolak, aku tak punya
kuasa karena aku ini anaknya. Apa yang harus kuperbuat? Ini bahkan lebih rumit
saat aku memutuskan untuk masuk SMK dulu. Aku tahu jika aku katakan ayahku akan
diam saja, ia hanya akan mengatakan terserah tapi aku tahu di lubuk hatinya ia
akan sangat kecewa. Lalu bagaimana bisa aku menghadapinya? Bagaimana bisa aku menatapnya?
Dia tak pernah
merasa bangga seperti saat aku di wisuda. Ia tak pernah terlihat begitu senang
seperti saat aku kuliah arsitektur. Ia tak pernah membicarakan aku kepada
saudara-saudaranya kecuali saat aku diterima kerja di bidang interior. Ia tak
pernah mengurusi foto-fotoku selain foto wisudaku dan menyuruhku memajangnya
dengan frame yang besar. Ia tak pernah terlihat begitu peduli dengan segala prestasi
yang kuraih selain saat aku menerima penghargaan dari universitasku. Ia menyuruhku
memajang seluruh hasil karyaku selama aku berkuliah di arsitektur. Ia bangga,
begitu bangga. Dan aku sangsi ia akan sebangga ini saat tahu aku memiliki
impian lain. Apa yang harus kulakukan? Berkorban demi ayahku atau berbalik
mengejar mimpi-mimpiku? Selalu ada yang tersakiti di balik setiap keputusan. Hanya
ada dua pilihan, mengorbankan mimpi-mimpiku atau mengubur mimpi ayahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar