Kini
hampir tiap hari aku mengajar. Murid-muridku pun datang dari usia, pendidikan
dan status sosial yang berbeda. Aku pernah mengajar murid SD, SMP, SMA, SMK,
mahasiswa, ibu rumah tangga, wanita karir, bapak-bapak, dokter spesialis,
tukang bangunan hingga kakek-kakek. Masing-masing murid memiliki tingkat
kecerdasan dan daya serap akan materi yang berbeda-beda. Ada yang pintar sekali
sehingga aku hanya perlu mengatakan sekali dan dia langsung mengerti. Biasanya
orang-orang seperti ini memiliki usia yang relatif muda. Murid-muridku yang
masih duduk di bangku SD, SMP dan SMA biasanya cepat sekali menangkap materi
yang kuberikan. Karenanya aku senang sekali bila mendapat murid seperti ini. Aku
tak perlu bersusah payah mengajarkan dan materi yang kusampaikan pun porsinya
bisa lebih banyak mereka terima.
Sebaliknya,
semakin tua usia seseorang makin susahlah ia berkonsentrasi dan hal ini tentu
berpengaruh pada daya serap materi yang mereka terima. Bila aku mendapat murid
yang berusia lanjut seperti ibu rumah tangga, bapak-bapak bahkan kakek-kakek
aku harus ekstra bersabar untuk menyampaikan materi. Perlu beberapa kali aku
mengulang apa yang kuucapkan karena mereka sering lupa dengan apa yang
kukatakan meskipun baru saja hal tersebut disampaikan. Tak hanya ibu-ibu rumah
tangga, bapak-bapak atau kakek-kakek saja yang kadang sulit untuk menyerap
materi. Muridku yang masih berstatus mahasiswa kadang juga sulit untuk
ditangani, padahal usia mereka tak jauh berbeda denganku. Meskipun tak semua
muridku yang berstatus mahasiswa seperti itu.
Aku beberapa
kali pernah mendapat murid-murid mahasiswa yang sangat pintar. Mereka dengan
cepat menyerap apa yang kusampaikan. Kadang sampai pintarnya dan materi yang
kuajarkan sudah melewati dari biasanya, aku suka bingung dan bertanya pada diri
sendiri apa lagi ya yang hendak kuajarkan. Muridku yang paling pintar hingga
saat ini adalah seorang mahasiswa teknik sipil bernama Ghali. Ya, di lain
artikel aku akan membahas khusus mengenai dirinya. Karena hingga saat ini
dialah muridku yang paling membuatku terkesan. Bukan saja karena ia pintar tapi
juga karena kisah hidupnya yang bisa memberi pelajaran pada banyak orang.
Tapi tak
semua murid berusia senja susah menyerap pelajaran. Muridku yang berusia empat
puluhan masih sanggup mengikuti materi yang kusampaikan. Ia begitu cepat
menyerap pelajaran meskipun materi tersebut termasuk sulit untuk dimengerti. Muridku
yang berusia senja namun pintar itu berprofesi sebagai dokter spesialis.
Yaiyalah dia pinter, namanya juga dokter. Kalo ga’ pinter ga’ mungkin jadi
dokter apalagi dokter spesialis. Ahahahaha....
Mendapat
murid-murid dengan daya konsentrasi yang rendah menjadi tantangan tersendiri
bagiku. Awalnya aku sering sekali terpancing emosi bila mereka tak kunjung
mengerti dengan apa yang kusampaikan. Hingga akhirnya kerap kali aku berbicara
dengan nada tinggi bahkan membentak kepada mereka. Hal ini terjadi di awal-awal
aku mulai mengajar. Aku yang memang belum berpengalaman dan belum siap
mendapati hal-hal seperti itu sering bingung bagaimana harusnya aku
memperlakukan mereka. Rasanya seluruh emosi terserap habis. Padahal aku hanya
mengajar selama satu setengah jam saja. Aku benar-benar jengkel karena harus
mengulang-ngulang terus materi yang kusampaikan. Padahal mereka hanya tinggal
mengikuti instruksi yang telah kutulis di papan tulis, tapi itu pun sulit untuk
mereka lakukan.
Tapi lama
kelamaan aku mulai mendapati sesuatu. Justru jika kita membentak dan berbicara
dengan nada tinggi kepada mereka, mereka akan semakin kehilangan konsentrasi. Mereka
akan bertambah bingung dan akhirnya mereka makin tidak bisa mengikuti instruksi
dengan baik. Karena mendapati hal seperti ini aku pun berusaha mengubah gaya
mengajarku. Aku mulai untuk belajar bersabar. Jika mereka terlihat sulit
melakukan instruksi dariku aku akan memberikan mereka waktu untuk mencobanya. Saat
itu aku hanya akan diam dan melihat saja. Karena aku pun baru menyadari setiap
orang perlu waktu untuk menemukan cara belajar yang terbaik bagi mereka. Setiap
orang perlu menemukan solusi terbaik bagi diri mereka sendiri untuk
menyelesaikan masalah. Dan tentunya setiap individu punya cara masing-masing. Aku
sebagai guru tak bisa menyamaratakan semua muridku. Dan saat itu juga aku sadar,
tugasku sebagai guru hanyalah membantu serta memotivasi mereka. Sedangkan penyelesaiannya
kembali ke diri mereka sendiri.
Kini sedikit
demi sedikit aku mulai bisa mengontrol emosiku. Aku mulai bisa bersabar
meskipun kadang-kadang masih suka membentak. Bahkan kini aku mulai mendapat
kepuasan tersendiri bila murid yang tadinya susah menyerap pelajaran lama
kelamaan bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Saat itulah aku merasa peranku
sebagai guru berhasil. Bukan saja karena berhasil membuat mereka mengerti dan
mengikuti pelajaran dengan baik tapi juga berhasil mengatur diriku sendiri
terutama emosiku. Salah satu muridku yang membuatku senang adalah seorang
mahasiswa asal Timor Leste bernama Ella yang melanjutkan kuliahnya di Bali. Awalnya
sangat susah mengajarinya, ia begitu sulit berkonsentrasi dan aku harus terus
menerus mengulang yang kukatakan. Aku bahkan harus memberi tahu apa yang
dimaksud jari-jari lingkaran dan mana diameter lingkaran. Karena percaya atau
tidak, ia yang sudah mahasiswa tidak tahu apa itu jari-jari dan diameter
lingkaran. Awalnya aku sempat merasa putus asa mengajarinya, namun aku mencoba
terus bersabar. Akhirnya dengan kesabaran yang luar biasa, lama kelamaan ia
mulai bisa memahami dan mengikuti materi dengan baik. Ia mulai terlihat lancar
dan saat itu aku benar-benar merasa puas.
Untuk Naufal
dan Noura, bila suatu saat kalian mengikuti jejakku sebagai seorang guru, aku
harap kalian pun bisa menjadi guru yang baik. Guru yang tidak sekedar mengajar
tapi juga mampu membimbing, memotivasi dan meningkatkan minat belajar murid
yang kalian ajar. Tapi terlepas dari segala kesulitan yang kudapat, satu hal
yang kupelajari dari mereka adalah bagaimana mereka memiliki keinginan belajar
yang sangat tinggi. Terutama murid-muridku yang berusia senja bahkan
kakek-kakek. Mereka belajar bukan untuk mendapat gelar atau untuk memudahkan
pekerjaan mereka sehingga mereka bisa mendapat uang. Mereka belajar untuk
melatih otak dan daya ingat mereka agar terus bekerja. Mereka tak ingin agar
mereka tua dalam keadaan menjadi pikun. Karenanya mereka berusaha untuk terus
belajar. Dan aku berharap kalian berdua pun bisa memiliki semangat belajar yang
tinggi seperti mereka.
Belajarlah
hingga usia senja. Bahkan jangan pernah berhenti belajar. Jangan lewati satu
hari pun tanpa mendapat satu hal yang bermanfaat dalam hidup ini. Dan satu hal
yang harus diingat, apa pun yang kalian alami semua itu adalah proses belajar. Semua
hal yang terjadi memiliki makna di baliknya. Terus bersyukur dan cobalah
mengerti mengapa suatu hal bisa terjadi pada diri kalian. Karena tiadalah suatu
hal pun terjadi melainkan ada alasan yang menyertainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar